LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR
TEKNOLOGI HASIL TERNAK
“Uji
Kualitas Daging Ayam”
Oleh :
Kelompok 1
Annisa
Tiaradewi A E1E115001
Eka Wulandari E1E115004
Pahriadi E1E115011
Putri Wahyuni E1E115033
Sugiarti E1E115038
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI ................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
............................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang ............................................................................... 1
1.2
Tujuan
............................................................................................ 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
.................................................................. 3
2.1 Daging Ayam .................................................................................
3
2.2
Pembusukan Daging
......................................................................
4
2.3
Bakteri Pada Daging ......................................................................
6
BAB III METODELOGI PRAKTIKUM .................................................... 8
3.1
Alat
................................................................................................. 8
3.2
Bahan .............................................................................................
8
3.3
Waktu Dan Tempat ........................................................................
8
3.4
Prosedur Kerja ................................................................................
8
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 9
4.1
Hasil
...............................................................................................
9
4.2
Pembahasan .................................................................................... 9
BAB V PENUTUP
.......................................................................................
10
5.1 Kesimpulan
.................................................................................... 10
5.2 Saran
............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Daging merupakan salah satu
produk penyuplai protein hewani terbesar bagi masyarakat dunia. Daging sapi,
kambing, domba, kerbau, ayam adalah beberapa jenis daging yang sering
dikonsumsi atau diolah untuk menjadikan aneka makanan oleh masyarakat
indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan menyebabkan jenis olahan dari
daging tersebut berbeda antara satu daaerah dengan daerah lainnya.
Daging ayam merupakan salah
satu bahan pangan penyumbang protein yang banyak dikonsumsi masyarakat. Dari
total produksi daging nasional sebesar 2,07 juta ton, maka total konsumsi
daging unggas mencapai 65,5% (daging sapi 20,7%, lain-lain 13,8%). Tingkat
konsumsi ini diproyeksikan akan semakin bertambah dengan meningkatnya penduduk,
meningkatnya daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
protein hewani. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut
dengan kuantitas dan kualitas yang baik, diperlukan penanganan daging ayam
secara baik.
Penanganan daging ayam
sangat perlu dilakukan sedini mungkin setelah ayam dipotong karena mempengaruhi
kualitas daging ayam itu sendiri, terutama pada pengolahannya.Tujuan dari
penanganan daging adalah untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas daging
sehingga dapat memperpendek masa simpan, perubahan fisik (warna dan bau),
perubahan cita rasa, yang kemudian dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi
konsumen yang mengkonsumsinya.
Daging yang beredar di
pasar setiap harinya tentunya memiliki kualitas yang sangat bervariatif.
Beragamnya kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak
tersebut menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan menjadi beragam.
Dengan beragam kondisi tersebut, pelanggan harus teliti dalam memillih daging
yang akan dikonsumsi.
Beberapa hal yang menjadi
indikator kualitas daging diantaranya daya mengikat air, tingkat keempukan,
besarnya susut masak dan pH dari daging tersebut. Hal-hal tersebut menjadi
indikator akan kualitas daging yang dikonsumsi. Hal lain yang dapat diaplikasikan dalam memilih daging adalah
dengan memperhatikan warna daging dan bau dari daging tersebut agar terhindar
dari tindakan penipuan seperti pengoplosan daging
1.2 Tujuan
Praktikum
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui kondisi daging yang diperjual belikan di pasar
tradisional, mengetahui masa awal pembusukan daging serta untuk mengetahui kesempurnaan
pengeluaran darah pada daging.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Daging
Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang
sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral seperti kalsium,
fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah vitamin C. Kualitas
daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup
maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas
dagingnya adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana
pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh perdarahan
pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong.
Daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan
konsumen. Beberapa kriteria daging yang tidak baik adalah sebagai berikut:
1. Bau dan rasa tidak normal
Bau yang tidak normal biasanya
akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
adanya kelainan-kelaianan sebagai berikut:
-
Hewan sakit, terutama yang menderita
radang yang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang
berbau seperti mentega tengik.
-
Hewan dalam pengobatan, terutama
dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkandaging yang berbau obat-obatan.
2. Warna daging tidak normal
Warna daging yang tidak normal
tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun akan mengurangi selera konsumen.
3. Konsistensi daging tidak normal
Daging yang tidak sehat
mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak),
apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal, maka daging tersebut
tidak layak dikonsumsi.
4. Daging busuk
Daging yang busuk dapat
mengganggu kesehatan konsumen, karena dapat menyebabkan gangguan saluran
pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada
waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena
dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada temperatur kamar,
sehingga terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim membentuk asam sulfida dan
amonia.
2.2 Pembusukan Daging
Pembusukan makanan disebabkan oleh aktivitas mikrobial
pada makanan tersebut atau karena pelepasan enzim intraseluler dan
ekstraseluler mikrobial pada makanan tersebut. Parameter kebusukan makanan
antara lain perubahan warna, aroma (bau), tekstur, bentuk, terbentuknya lendir,
terbentuknya gas, dan akumulasi cairan. Pembusukan makanan oleh mikroba terjadi
lebih cepat daripada pembusukan karena enzim intraseluler dan ekstraseluler.
Makanan mentah dan yang telah diproses mengandung berbagai macam kapang,
khamir, dan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan
menyebabkan kebusukan. Perkembangbiakan mikroba ini menjadi sangat
penting pada proses pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang cepat,
diikuti oleh khamir dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh kebutuhan
dari makanan untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen, vitamin, dan
mineral. Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung
temperatur, ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi,
dan tekanan atmosfer.
Hasil-hasil metabolit yang diproduksi selama proses
pembusukan antara lain alkohol, komponen sulfur, keton, hidrokarbon, pigmen
floresens, asam organik, karbonil, dan diamin. Pembusukan makanan disebabkan
oleh faktor-faktor intrinsik antara lain aktivitas air (aw), pH,
potensi oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi, kandungan antimikrobial, dan
struktur protein. Makanan yang mengandung aw rendah (kurang dari
0,90) dan pH yang rendah (kurang dari 5,3) lebih tahan terhadap pembusukan
dibandingkan dengan makanan yang mengandung aw lebih dari 0,98 dan
pH lebih tinggi dari 6,4. Tetapi kapang dan khamir dapat tumbuh pada kondisi
ini (Ray dan Bhunia 2008).
Pembusukan makanan sering terjadi pada daging.Daging
adalah produk makanan yang sangat sangat cepat rusak (highly
perishable) karena komposisi biologisnya (Zhou et al. 2010). Daging
adalah semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan
tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 1994). Daging kaya dengan
nutrien matriks yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan
bakteri patogen.Oleh karena itu diperlukan metode yang tepat untuk
mempertahankan keamanan dan kualitas daging (Aymerich et al. 2008).
Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk,
pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna),
dan perubahan rasa (Adams & Moss 2008). Perubahan warna disebabkan oleh
elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk terutama oleh
bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam amino yang akan
menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Lawrie 2003).
Setelah hewan disembelih, karkas dapat terkontaminasi
oleh feses, isi lambung, dan kulit. Kontaminasi silang dapat terjadi pada saat
proses penyembelihan seperti dari alat-alat penyembelihan, bangunan, kontak
oleh manusia, dan kontak antar karkas. Mikroba yang mengkontaminasi ini non
patogen tetapi dapat menyebabkan kebusukan.Teknik dekontaminasi ditargetkan
mengurangi atau menghilangkan bakteri patogen atau bakteri pembusuk.Bakteri-bakteri
yang sering berperan sebagai pembusuk adalah Pseudomonas,
Acinetobacter/Moraxella, Aeromonas, Alteromonas putrefaciens,
Lactobacillus, dan Brochothrix thermosphacta (Huffman 2002).
Flora utama yang bertanggung jawab pada pembusukan
daging segar selama penyimpanan aerobik adalah spesies pseudomonas. Spesies
pseudomonas ini dominan pada daging unggas, daging babi, daging sapi, dan
daging domba.Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens
menyebabkan penurunan kualitas daging dan produk daging yang disebabkan oleh
produksi protease ekstraseluler dan lipase ekstraseluler pada suhu rendah
(Zhang et al. 2009).
Pseudomonas fluorescens adalah bakteri batang gram negatif yang motil.P. fluorescens
motil karena memiliki flagela pada satu kutubnya.Bakeri ini merupakan anggota gamma-proteobacteria
dan merupakan bakteri yang umum hidup di tanah (Mastropaolo 2009).
Bakteri ini mendapatkan nama fluorescens karena
bakteri ini memproduksi pigmen berwarna hijau fluorescens terutama pada
kondisi kurang besi (Fe). Bakteri ini bersifat aerob obligat kecuali pada
beberapa strain yang dapat menggunakan NO3 sebagai ganti dari O2
(Silby & Levy 2010).
P. fluorescens bersifat
psikrotofik dan beberapa strain bersifat mesotrofik (Mu et al. 2008).
Bakteri psikotrofik menurut Ray & Bhunia (2008) adalah bakteri yang mampu
tumbuh pada suhu di bawah 5oC namun tumbuh cepat pada suhu 10-25oC.Bakteri
ini mampu tumbuh baik pada suhu lemari pendingin.P. fluorescens bersifat
katalase dan oksidase positif, menghasilkan asam (memfermentasi) pada glukosa,
tidak menghasilkan asam pada laktosa dan manitol.Uji methyl red voges
proskauer (MRVP) negatif dan menghasilkan pigmen berwarna biru kehijauan
fluorescens (Jay et al. 2003).
2.3 Bakteri Pada Daging
Pada umumnya, faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu :
a.
Faktor
intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat.
b.
Faktor
ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan
bentuk atau kondisi daging (Fardiaz, 1992).
Temperatur merupakan faktor
yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi
temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH
ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara
optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah
penyembelihan pH daging turun menjadi 5,6– 5,8, pada kondisi ini bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik
dan cepat (Ramli, 2001). Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan air,
jika terlalu kering bakteri tersebut akan mati. Zat-zat organik, Gas, CO2
penting aktivitas metaboliknya.pH, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada
medium yang netral (pH 7,2– 7,6). Temperatur, bakteri akan tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 37oC (Gibson, 1996).
Adapun ciri-ciri daging
yang busuk akibat aktivitas bakteri antara lain sebagai berikut:
a. Daging kelihatan kusam dan
berlendir. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas,
Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus.
b. Daging berwarna kehijau-hijauan (seperti isi
usus). Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Lactobacillus dan
Leuconostoc.
c. Daging menjadi tengik akibat penguraian
lemak. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas dan Achromobacter.
d. Daging memberikan sinar kehijau-hijauan. Pada
umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Photobacterium dan Pseudomonas.
BAB III
METEDOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan
pada praktikum ini adalahnampan.
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalahdaging ayam.
3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada
hari Jumat tanggal 21 April 2017 pada pukul 06.00 sampai selesai di Pasar Banjarbaru.
3.4 Prosedur Kerja
1.
Siapkan nampan buat menempatkan daging ayam.
2.
Pilih daging ayam yang ingin di amati.
3.
Taruh daging ayam di atas nampan.
5.
Diamkan daging ayam mulai dari jam 06:00 s/d
10:00 WITA.
6.
Amati dan catat perubahan yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan
pengamatan yang dilakaukan di Pasar Banjarbaru maka diperoleh hasil yaitu dapat
dilihat dalam tabel berikut ini.
No
|
Parameter
|
Hasil Pengamatan
|
|
Pagi
|
Siang
|
||
1
|
Aroma Daging
|
Berbau khas
|
Berbau menyengat
|
2
|
Tekstur Daging
|
Halus dan Basah
|
Lengket
|
3
|
Warna Daging
|
Putih bening
|
Agak merah
|
4
|
Lain-lain
|
Segar
|
Dikerubungi semut dan berair
|
4.2 Pembahasan
Aroma dan tekstur daging ayam ketika masih
pagi mempunyai bau yang khas serta lebih halus dan basah saat dipegang. Warna daging terlihat
putih bening dan segar. Sedangkan pada siang hari aroma dan tekstur daging ayam
mulai berbau menyengat dan lengket ketika dipegang serta warnanya agak merah
dan disekelilingnya mulai dikerubungi semut Namun tekstur ini tidak mempengaruhi
kualitas daging karena tekstur daging tergantung pada jenis ternak dan tekstur
suatu daging tidak bisa diukur tapi hanya diraba dan lihat. Terkait dengan ikatan serabut
otot (faskuli) yang terbungkus perimisium kasar dan lembut. Ukuran tekstur
ditentukan oleh jumlah serabut otot, ukuran dan jumlah perimisium pembungkus.
Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh umur dan bangsa ternak.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Faktor-faktor yang menjadi
penentu utama warna daging adalah konsentrasi pigmen daging mioglobin yang
dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres, pH dan
oksigen.
2.
uji kualitas daging dapat dilihat dari nilai pH, Daya
Mengikat Air, susut masak dan keempukan. Semakin tinggi pH suatu daging, maka
daya mengikat airnya semakin tinggi, dan pH yang tinggi, akan mempengaruhi
nilai keempukan yang semakin tinggi (alot) dan susut masak yang rendah.
Hubungan Daya ikat Air dengan susut masak adalah berdanding terbalik. Tekstur
daging tidak terlalu mempengaruhi kualitas daging.
5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum ini,
sebaiknya sebelum mengamati daging terlebih dahulu perhatikan warna, bau dan
konsistensi daging.
DAFTAR PUSTAKA
Lawrie,
R.A. 2003.
Ilmu Daging. UI Press:Jakarta
Soeparno.
1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.