Selasa, 27 November 2018

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK
“Uji Kualitas Daging Ayam”



Oleh :
Kelompok 1
Annisa Tiaradewi A                                      E1E115001
Eka Wulandari                                              E1E115004
Pahriadi                                                         E1E115011
Putri Wahyuni                                               E1E115033
Sugiarti                                                           E1E115038




JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................                           i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................                          1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................                          1
1.2 Tujuan ............................................................................................             2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................                          3
2.1 Daging Ayam .................................................................................              3
2.2 Pembusukan Daging ......................................................................               4
2.3 Bakteri Pada Daging ......................................................................              6
BAB III METODELOGI PRAKTIKUM ....................................................            8
3.1 Alat .................................................................................................                          8
3.2 Bahan .............................................................................................              8
3.3 Waktu Dan Tempat ........................................................................              8
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................              8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................            9
4.1 Hasil ...............................................................................................              9
4.2 Pembahasan ....................................................................................                          9
BAB V PENUTUP .......................................................................................             10
5.1 Kesimpulan ....................................................................................             10
5.2 Saran ...............................................................................................            10
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Daging merupakan salah satu produk penyuplai protein hewani terbesar bagi masyarakat dunia. Daging sapi, kambing, domba, kerbau, ayam adalah beberapa jenis daging yang sering dikonsumsi atau diolah untuk menjadikan aneka makanan oleh masyarakat indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan menyebabkan jenis olahan dari daging tersebut berbeda antara satu daaerah dengan daerah lainnya.
Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan penyumbang protein yang banyak dikonsumsi masyarakat. Dari total produksi daging nasional sebesar 2,07 juta ton, maka total konsumsi daging unggas mencapai 65,5% (daging sapi 20,7%, lain-lain 13,8%). Tingkat konsumsi ini diproyeksikan akan semakin bertambah dengan meningkatnya penduduk, meningkatnya daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut dengan kuantitas dan kualitas yang baik, diperlukan penanganan daging ayam secara baik.
Penanganan daging ayam sangat perlu dilakukan sedini mungkin setelah ayam dipotong karena mempengaruhi kualitas daging ayam itu sendiri, terutama pada pengolahannya.Tujuan dari penanganan daging adalah untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas daging sehingga dapat memperpendek masa simpan, perubahan fisik (warna dan bau), perubahan cita rasa, yang kemudian dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Daging yang beredar di pasar setiap harinya tentunya memiliki kualitas yang sangat bervariatif. Beragamnya kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak tersebut menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan menjadi beragam. Dengan beragam kondisi tersebut, pelanggan harus teliti dalam memillih daging yang akan dikonsumsi.
Beberapa hal yang menjadi indikator kualitas daging diantaranya daya mengikat air, tingkat keempukan, besarnya susut masak dan pH dari daging tersebut. Hal-hal tersebut menjadi indikator akan kualitas daging yang dikonsumsi. Hal lain yang dapat  diaplikasikan dalam memilih daging adalah dengan memperhatikan warna daging dan bau dari daging tersebut agar terhindar dari tindakan penipuan seperti pengoplosan daging

1.2  Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kondisi daging yang diperjual belikan di pasar tradisional, mengetahui masa awal pembusukan daging serta untuk mengetahui kesempurnaan pengeluaran darah pada daging.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Daging
Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah vitamin C. Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas dagingnya adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong.
Daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa kriteria daging yang tidak baik adalah sebagai berikut:
1.    Bau dan rasa tidak normal
Bau yang tidak normal biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan-kelaianan sebagai berikut:
-        Hewan sakit, terutama yang menderita radang yang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik.
-        Hewan dalam pengobatan, terutama dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkandaging yang berbau obat-obatan.
2.    Warna daging tidak normal
Warna daging yang tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun akan mengurangi selera konsumen.
3.    Konsistensi daging tidak normal
Daging yang tidak sehat mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak), apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal, maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
4.    Daging busuk
Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada temperatur kamar, sehingga terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim membentuk asam sulfida dan amonia.

2.2  Pembusukan Daging
Pembusukan makanan disebabkan oleh aktivitas mikrobial pada makanan tersebut atau karena pelepasan enzim intraseluler dan ekstraseluler mikrobial pada makanan tersebut. Parameter kebusukan makanan antara lain perubahan warna, aroma (bau), tekstur, bentuk, terbentuknya lendir, terbentuknya gas, dan akumulasi cairan. Pembusukan makanan oleh mikroba terjadi lebih cepat daripada pembusukan karena enzim intraseluler dan ekstraseluler. Makanan mentah dan yang telah diproses mengandung berbagai macam kapang, khamir, dan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan menyebabkan kebusukan.  Perkembangbiakan mikroba ini menjadi sangat penting pada proses pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang cepat, diikuti oleh khamir dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh kebutuhan dari makanan untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung temperatur, ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi, dan tekanan atmosfer.
Hasil-hasil metabolit yang diproduksi selama proses pembusukan antara lain alkohol, komponen sulfur, keton, hidrokarbon, pigmen floresens, asam organik, karbonil, dan diamin. Pembusukan makanan disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik antara lain aktivitas air (aw), pH, potensi oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi, kandungan antimikrobial, dan struktur protein. Makanan yang mengandung aw rendah (kurang dari 0,90) dan pH yang rendah (kurang dari 5,3) lebih tahan terhadap pembusukan dibandingkan dengan makanan yang mengandung aw lebih dari 0,98 dan pH lebih tinggi dari 6,4. Tetapi kapang dan khamir dapat tumbuh pada kondisi ini (Ray dan Bhunia 2008).
Pembusukan makanan sering terjadi pada daging.Daging  adalah produk makanan yang sangat sangat cepat rusak (highly perishable) karena komposisi biologisnya (Zhou et al. 2010). Daging adalah semua jaringan  hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut  yang  sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 1994). Daging kaya dengan nutrien matriks yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri patogen.Oleh karena itu diperlukan metode yang tepat untuk mempertahankan keamanan dan kualitas daging (Aymerich et al. 2008).
Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan rasa (Adams & Moss 2008). Perubahan warna disebabkan oleh elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk terutama oleh bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam amino yang akan menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Lawrie 2003).
Setelah hewan disembelih, karkas dapat terkontaminasi oleh feses, isi lambung, dan kulit. Kontaminasi silang dapat terjadi pada saat proses penyembelihan seperti dari alat-alat penyembelihan, bangunan, kontak oleh manusia, dan kontak antar karkas. Mikroba yang mengkontaminasi ini non patogen tetapi dapat menyebabkan kebusukan.Teknik dekontaminasi ditargetkan mengurangi atau menghilangkan bakteri patogen atau bakteri pembusuk.Bakteri-bakteri yang sering berperan sebagai pembusuk adalah Pseudomonas, Acinetobacter/Moraxella, Aeromonas, Alteromonas putrefaciens, Lactobacillus, dan Brochothrix thermosphacta (Huffman 2002).
Flora utama yang bertanggung jawab pada pembusukan daging segar selama penyimpanan aerobik adalah spesies pseudomonas. Spesies pseudomonas ini dominan pada daging unggas, daging babi, daging sapi, dan daging domba.Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens menyebabkan penurunan kualitas daging dan produk daging yang disebabkan oleh produksi protease ekstraseluler dan lipase ekstraseluler pada suhu rendah (Zhang et al. 2009).
Pseudomonas fluorescens adalah bakteri batang gram negatif yang motil.P. fluorescens motil karena memiliki flagela pada satu kutubnya.Bakeri ini merupakan anggota gamma-proteobacteria dan merupakan bakteri yang umum hidup di tanah (Mastropaolo 2009).
Bakteri ini mendapatkan nama fluorescens karena bakteri ini  memproduksi pigmen berwarna hijau fluorescens terutama pada kondisi kurang besi (Fe).  Bakteri ini bersifat aerob obligat kecuali pada beberapa strain yang dapat menggunakan NO3 sebagai ganti dari O2 (Silby & Levy 2010).
P. fluorescens bersifat psikrotofik dan beberapa strain bersifat mesotrofik (Mu et al. 2008). Bakteri psikotrofik menurut Ray & Bhunia (2008) adalah bakteri yang mampu tumbuh pada suhu di bawah 5oC namun tumbuh cepat pada suhu 10-25oC.Bakteri ini mampu tumbuh baik pada suhu lemari pendingin.P. fluorescens bersifat katalase dan oksidase positif, menghasilkan asam (memfermentasi) pada glukosa, tidak menghasilkan asam pada laktosa dan manitol.Uji methyl red voges proskauer (MRVP) negatif dan menghasilkan pigmen berwarna biru kehijauan fluorescens (Jay et al. 2003).

2.3 Bakteri Pada Daging
Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu :
a.    Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat.
b.    Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau  kondisi daging (Fardiaz, 1992).
Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan pH daging turun menjadi 5,65,8, pada kondisi ini bakteri asam  laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Ramli, 2001).  Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan air, jika terlalu kering bakteri tersebut  akan mati. Zat-zat organik, Gas, CO2 penting aktivitas metaboliknya.pH, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral (pH 7,27,6). Temperatur, bakteri akan tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 37oC (Gibson, 1996).
Adapun ciri-ciri daging yang busuk akibat aktivitas bakteri antara lain sebagai berikut:
a.    Daging kelihatan kusam dan berlendir. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus.
b.    Daging berwarna kehijau-hijauan (seperti isi usus). Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc.
c.    Daging menjadi tengik akibat penguraian lemak. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas dan Achromobacter.
d.   Daging memberikan sinar kehijau-hijauan. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Photobacterium dan Pseudomonas.


BAB III
METEDOLOGI PRAKTIKUM
3.1  Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalahnampan.

3.2  Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalahdaging ayam.

3.3  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 21 April 2017 pada pukul 06.00 sampai selesai di Pasar Banjarbaru.

3.4  Prosedur Kerja
1.    Siapkan nampan buat menempatkan daging ayam.
2.    Pilih daging ayam yang ingin di amati.
3.    Taruh daging ayam di atas nampan.
4.    Biarkan daging ayam di tempat terbuka.
5.    Diamkan daging ayam mulai dari jam 06:00 s/d 10:00 WITA.
6.    Amati dan catat perubahan yang terjadi.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakaukan di Pasar Banjarbaru maka diperoleh hasil yaitu dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
No
Parameter
Hasil Pengamatan
Pagi
Siang
1
Aroma Daging
Berbau khas
Berbau menyengat
2
Tekstur Daging
Halus dan Basah
Lengket
3
Warna Daging
Putih bening
Agak merah
4
Lain-lain
Segar
Dikerubungi semut dan berair

4.2 Pembahasan
Aroma dan tekstur daging ayam ketika masih pagi mempunyai bau yang khas serta lebih halus dan basah saat dipegang. Warna daging terlihat putih bening dan segar. Sedangkan pada siang hari aroma dan tekstur daging ayam mulai berbau menyengat dan lengket ketika dipegang serta warnanya agak merah dan disekelilingnya mulai dikerubungi semut Namun tekstur ini tidak mempengaruhi kualitas daging karena tekstur daging tergantung pada jenis ternak dan tekstur suatu daging tidak bisa diukur tapi hanya diraba dan lihat. Terkait dengan ikatan serabut otot (faskuli) yang terbungkus perimisium kasar dan lembut. Ukuran tekstur ditentukan oleh jumlah serabut otot, ukuran dan jumlah perimisium pembungkus. Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh umur dan bangsa ternak.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Faktor-faktor yang menjadi penentu utama warna daging adalah konsentrasi pigmen daging mioglobin yang dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres, pH dan oksigen.
2.      uji kualitas daging dapat dilihat dari nilai pH, Daya Mengikat Air, susut masak dan keempukan. Semakin tinggi pH suatu daging, maka daya mengikat airnya semakin tinggi, dan pH yang tinggi, akan mempengaruhi nilai keempukan yang semakin tinggi (alot) dan susut masak yang rendah. Hubungan Daya ikat Air dengan susut masak adalah berdanding terbalik. Tekstur daging tidak terlalu mempengaruhi kualitas daging.

5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum ini, sebaiknya sebelum mengamati daging terlebih dahulu perhatikan warna, bau dan konsistensi daging.

DAFTAR PUSTAKA
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. UI Press:Jakarta
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.


LAPORAN PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK (Morfologi Spermatozoa)


LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU REPRODUKSI TERNAK

“MORFOLOGI SPERMATOZOA”
Penanggung Jawab : Drh. Muhammad Riyadhi, MSi/Asisten



OLEH :
           Eka Wulandari                                      E1E115004
           Sri Wahyu Lestari                          E1E115036
           Sugiannor                                           E1E115037
           Sugiarti                                              E1E115038
           Sulaiman                                      E1E115039
           A.M Rezky R.N                                       E1E115202
           Bagus Dwi Cahyo                           E1E115203
                    Kasyful Anwar                                      E1E115204
                    M. Alfishan                                          E1E115205
                    M. Bayu Rusma Indra                       E1E115206
                    M. Rizki Azhari                                      E1E115207
                    M. Andriyawan                                      E1E112023
            Murdani                                             E1E112204
                     Hendri Efendi                                       E1E112207
           
06 Desember 2016 / Pukul 16.00-Selesai
KELOMPOK 4





FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
SEMESTER GANJIL TA. 2016/2017
PENDAHULUAN
Sperma adalah sel haploid yaitu gamet jantan. Sperma meliputi dua bagian, yaitu zat cair dan sel. Cairan merupakan tempat hidup sperma. Sel-sel yang hidup dan bergerak disebut spermatozoa, dan zat cair dimana sel-sel tersebut berenang disebut plasma seminal. Spermatozoa merupakan sel padat dan sangat khas, tidak tumbuh atau membagi diri serta tidak mempunyai peranan fisiologis apapun pada hewan yang menghasilkannya, semata-mata hanya untuk membuahi telur pada jenis yang sama.
Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi jantan. Sel tersebut mempunyai kepala, leher, dan ekor. Spermatozoa merupakan sel hasil maturasi dari sel epitel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang batas luar epitel tubulus. Proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa disebut spermatogenesis (WHO, 1992).
Pada tahap pertama spermatozoa, spermatogonia primitive berkumpul di tepi membran basal. Spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel Sertoli. Sel Sertoli mempunyai membrane yang kuat berlekatan satu sama lain pada bagian dasar dan sisi, sehingga dapat membentuk lapisan pertahanan yang mencegah peneterasi dari kapiler-kapiler yang mengelilingi tubulus. Spermatogonia yang akan menjadi spermatozoa dapat menembus lapisan pertahanan (Ollero M, dkk, 2001).
Proses berikutnya ialah pembelahan secara meiosis. Spermatogonium yang masuk ke dalam lapisan sel-sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer. Spermatosit primer membelah menjadi spermatosit sekunder. Pembelahan meiosis kedua terjadi, dimana kedua kromatid dari 23 kromosom berpisah pada sentromer membentuk dua pasang 23 kromosom (Ollero M, dkk, 2001).
Berikutnya setelah tahap pembelahan meiosis, setiap spermatid kembali dimodifikasi oleh sel-sel Sertoli secara mengubah spermatit perlahan-lahan menjadi suatu spermatozoa dengan cara menghilangkan beberapa sitoplasmanya, mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu kepala spermatozoa yang padat, dan mengumpulkan sisa sitoplasma dan membrane sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor. Bentuk akhir spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. (Ollero M, dkk, 2001).
Kepala spermatozoa terdiri atas sel berinti dengan sedikit sitoplasma dan lapisan membrane sel disekitar permukaannya. Dibagian luar terdapat selubung akrosom yang dibentuk dari alat Golgi. Akrosom ini mengandung enzim yang serupa dengan enzim yang ditemukan pada lisosom pada sel-sel tertentu, termasuk hialuronidase, yang dapat mencerna filament proteoglikan dari jaringan, dan enzim proteolitik yang sangat kuat. Enzim-enzim tersebut mempunyai peranan penting dalam hal memungkinkan sperma untuk membuahi ovum. Ekor spermatozoa atau flagellum, memiliki tiga komponen utama, yaitu : rangka pusat, membrane sel, dan sekelompok mitokondria yang terdapat pada proximal dari ekor. (Nallella KP, dkk, 2005).
Tahap pengubahan akhir dari spermatosit menjadi spermatozoa terjadi ketika spermatid terdapat pada lapisan sel-sel Sertoli. Sel-sel Sertoli memelihara dan mengatur proses spermatogenesis. Setelah terbentuk sperma di dalam tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati epididimis. sperma yang bergerak dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimis adalah sperma yang belum motil, dan tidak dapat membuahi ovum (Aitken RJ, dkk, 1995).

TUJUAN
Setelah mengikuti praktikum diharapkan mahasiswa mampu :
1.       Mahasiswa dapat mengetahui bentuk spermatozoa dari individu hewan praktikum
2.       Mahasiswa dapat mengetahui morfologi normal dan abnormal spermatozoa

BAHAN DAN ALAT
Adapun bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1.       Sampel spermatozoa sapi
2.       Objek gelas
3.       Cover gelas
4.       Mikroskop cahaya (40 x 10)


CARA KERJA
1.       Mahasiswa masuk ke dalam lab. dan mendengarkan pengantar praktikum
2.       Mahasiswa menggambarkan bentuk spermatozoa dari individu ternak dalam praktikum
3.       Mahasiswa dapat menyebutkan bagian-bagian spermatozoa dengan tepat


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data Morfologi spermatozoa yaitu sebagai berikut :
Morphologically normal
108
Tapered 
1
 Macrocephalous       
1
Multiple 
2
Cytoplasmic droplet                   
2
Absent  
2

Pembahasan
Sel sperma normal terbentuk dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutup oleh tudung protoplasmik. Menurut Nalbandov (1995:  262) menyatakan bahwa, galea kapitis ini dulu hanya ditemukan pada sperma dewasa, tetapi sekarang diketahui bentuk ini merupakan bagian normal kepala sperma. Galea kapitis ini biasanya terlarut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan.
Sumbu ekor (axial core) terdiri atas dua buah fibril pusat yang dikelilingi oleh 9 fibril ganda berupa sebuah cincin berganda. Cincin tersebut berjalan mulai dari daerah implantasi sampai ke ujung ekor. Pangkal ekor merupakan bagian spermatozoa. Sumbu pusat terdiri atas 11 fibril yang dikelilingi oleh 9 fibril yang lebih kasar. Pangkal ekor kaya dengan plasmogen, suatu bahan yang mengandung asam lemak. Bagian tengah ekor bertindak sebagai mesin pendorong. Bagian ujung ekor pendek dan tidak mempunyai selubung maupun fibril pusat. Menurut Sukra (2000: 48) menyatakan bahwa, ekor sperma berupa silia yang terdiri dari mikrotubulus dan mengandung banyak ATP untuk energi pergerakan ekor. Ekor spermatozoa terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Bentuk kepala bervariasi tergantung spesies. Pada sapi, domba, babi, dan kelinci berbentuk bulat telur pipih, sedangkan pada manusia berbentuk bulat. Bila bergerak sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan berenang dalam air. Menurut Nalbandov (1995: 262) menyatakan bahwa, hanya bila sudah mati maka sperma tampak datar dengan permukaan. Pada unggas, kepala berbentuk silinder memanjang, pada mencit dan tikus, ujung kepal berbentuk kait.
DISKUSI
1.       Gambarkan perbandingan (dengan ukuran) bentuk spermatozoa dari beberapa jenis hewan berikut : sapi, domba, babi, ayam dan tikus (cantumkan sumber bukunya).
2.       Gambarkan bentuk morfologi spermatozoa abnormal yang anda temukan dan termasuk dalam kelompok manakah morfologi abnormal tersebut, jelaskan penyebabnya !
3.       Sebutkan fungsi dari masing-masing bagian (morfologi) spermatozoa (cantumkan sumber bukunya).

Penjelasan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6RhjuJpZ4cb78i2SkX94i82SJXUB9lELaRptEBY7fvmjsRDlIBOD_JeCsJ5b-_d9elXmPe0z47_fBsFxzx7xE2mwLfenRfuGd0rG5sWJLKLnFaUZktTZlub_83wJA9Vl-13K9uxlenbve/s1600/wg.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0tE6vaqjREfHff3uvRdwYqHMYWrAu-bWR4Zphcn8qK04uhXGmUfLLNevbZoUX26O9CktUsshX2ocioHVMpQSMx0HihryFc38oto-z_Ejhsz2OAl1_I9S8ilm1VBOwJz1q7cMjoZX1X_yD/s1600/ef.jpg
Gambar 1. Spermatozoa Sapi
      Gambar 2. Spermatozoa Ayam

Gambar 3. Spermatozoa Tikus


Beberapa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas. Antara lain sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor (seringkali disebabkan perlakuan kasar waktu membuat persediaan untuk diwarnai atau untuk pengawetan, tetapi sering juga terlihat pada pembuatan persediaan yang dikejakan dengan hati-hati), kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik di bagian tengah. Menurut Nalbandov (1995: 263) menyatakan bahwa, pada ejakulat yang normal dapat tidak dijumpai atau jarang dijumpai abnormalitas-abnormalitas tersebut. Bila abnnormalitas ditemukan dalam jumlah besar, fertilisasi pejantan pemilik semen tersebut akan terganggu.
Bila jumlah abnormal mendekati 50 persen dari total sel sperma pada ejakulat, jantan tersebut steril-meskipun jumlah sperma yang normal pada ejakulat, seharusnya secara teoritis jauh lebih cukup untuk memungkinkan terjadinya fertilisasi. Pada sebagian besar spesies, kepala yang mengandung nukleus haploid ditudungi oleh badan khusus, yaitu akrosom (acrosome). Menurut Campbell (2000: 160) menyatakan bahwa, yang mengandung enzim yang membantu sperma menebus sel telur dibelakang kepala, sel sperma mengandung sejumlah besar mitokondria (atau sebuah mitokondria yang besar, pada beberapa spesies) yang menyediakan ATP untuk pergerakan ekor, yang berupa kepala berbentuk koma tipis, berbentuk oval (seperti pada manusia), atau berbentuk hamper bulat. Spermatogenesis terjadi dalam tubula seminiferus testis.
Sperma abnormal umumnya terlihat pada domba jantan yang menderita sterilisasi musim panas, jantan penderita sakit demam, dan pada jantan yang dikawinkan terlalu sering atau terlalu muda. Menurut Nalbandov (1995: 263) menyatakan bahwa, terkadang tidak ada penyebab yang pasti mengapa ditemukan sperma abnormal dalam ejakulat, dan cacat tersebut dapat menjadi normal kembali dengan berlalunya waktu. Beberapa kecacatan sel sperma tertentu diketahui ada yang bersifat genetic.Kepala sperma mengandung zat inti (nukleus spermatid) yang bertugas melakukan fertilisasi ke dalam ovum. Di depan kepala terdapat akrosom yang berasal dari badan golgi. Akrosom mengandung hialurodinase dan protease yang berfungsi melarutkan dinding ovum. Mitokondria mengelompok dibagian badan.                 

Morfologi Spermatozoa

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPkGJKX6s-ulHmm-Qe5SyqSQLPWIo9VbhbidZ60UgvdfWtIRm5YWGrvVW0f7gP_t_GGjmohy00vNhLwp2YVPqdLBWC0OK8003Gp4wFUK6sHTxThz77_zuZ_zBb4roqRGb55i_8j-E73tsr/s1600/se.jpg

Spermatozoa terbagi menjadi dua bagian yaitu kepala dan ekor. Kepala spermatozoa dibagi menjadi 2 daerah, yaitu akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan post akrosomal posterior. Akrosom/tudung akrosom merupakan struktur berupa dua lapis kantong membran yang terdapat di antara plasma membran dan anterior dari kepala spermatozoa, bagian ini mengandung akrosin, hyaluronidase dan enzim hidrolitik lainnya yang berperan dalam menembus ovarium. Bagian ujung dari akrosom inilah yang akan menembus membran oosit (Barth & Oko 1989).
Kepala spermatozoa berbentuk oval memanjang, lebar dan datar. Bagian ini berisikan materi genetik berupa kromosom yang terdiri dari untaian rantai DNA (deoxyribonucleic acid) yang terbentuk melalui tahapan meiosis dalam proses spermatogenesis sehingga jumlah kromosom pada DNA ini adalah diploid atau setengah dari DNA sel somatik dari spesies yang sama. Ekor spermatozoa dibagi menjadi tiga bagian yaitu mid piece, principal piece dan end piece. Bagian ekor ini terdiri dari aksonema yang tersusun dari sembilan pasang mikrotubulus yang melingkari dua inti filament, aksonema itu sendiri dibungkus oleh banyak mitokondria yang tersusun secara helix yang mengelilingi serabut longitudinal dari ekor. Mitokondria ini digunakan sebagai sumber energi bagi motilitas spermatozoa, fruktosa dalam semen merupakan sumber proses pembentukan ATP di mitokondria. Ekor ini melakukan gerak lokomosi dengan gelombang yang dimulai di daerah implantasi ekor-kepala dan berjalan ke arah posterior sepanjang ekor, hal ini berkaitan dengan keberhasilan proses fertilisasi. Ekor spermatozoa terbagi menjadi empat bagian yaitu bagian penghubung, bagian tengah, bagian utama dan bagian ujung. Bagian penghubung merupakan bagian rangakaian penghubung yang pendek antar kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan capitulum. Bagian tengah spermatozoa merupakan bagian yang dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus (struktur yang membatasi bagian tengah dengan bagian utama). Bagian utama ekor merupakan derah yang dimulai dari annulus sampai ujung ekor.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sel sperma normal terbentuk dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutup oleh tudung protoplasmik. Galea kapitis ini dulu hanya ditemukan pada sperma dewasa, tetapi sekarang diketahui bentuk ini merupakan bagian normal kepala sperma. Galea kapitis ini biasanya terlarut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan.
Beberapa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas. Antara lain sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor (seringkali disebabkan perlakuan kasar waktu membuat persediaan untuk diwarnai atau untuk pengawetan, tetapi sering juga terlihat pada pembuatan persediaan yang dikejakan dengan hati-hati), kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik di bagian tengah. Pada ejakulat yang normal dapat tidak dijumpai atau jarang dijumpai abnormalitas-abnormalitas tersebut. Bila abnnormalitas ditemukan dalam jumlah besar, fertilisasi pejantan pemilik semen tersebut akan terganggu.

Saran
Sebagai praktikan kita harus memahami terlebih dahulu materi dan tata cara praktikum serta membagi tugas agar kegiatan praktikum bisa lebih efisien.  Kita juga sebaiknya lebih teliti dalam mengukur karena akan mempengaruhi keakuratan dari hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Nalbandov. 1995. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia Press: Jakarta. VII+ 378 hlm.

Nallella KP, dkk. 2005. Identification of Male Factor Infertility Using a Novel Semen Quality Score and Reactive Oxygen Species Levels Clinics.

World Health Organization. 1992. Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan Semen. Edisi ke-3. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Bart AD, Oko RJ. 1989. Abnormal morphology of bovine spermatozoa lowa: lowa State University Press Ball, P. J.H & A.R. Peters. 2004. Reproduction in Cattle. 3rd ed. UK: Blackwell Publishing